Apa IIDN bagi saya? IIDN adalah pemantik. Pemantik keberanian dan rasa percaya diri. Keberanian untuk mencurahkan perasaan dan pemikiran ke dalam bentuk tulisan dan rasa percaya diri mengeksiskan tulisan tersebut sebagai sebuah karya. Bukan saya tidak pernah menggeluti dunia tulis menulis sebelumnya, karena manisnya dunia menulis pernah terkecap. Dunia menulis pernah singgah dalam hidup saya 17 tahun silam. Menulis Diary adalah awal mengenal huruf, kata dan kalimat. Dibumbui dengan rasa cinta, sedih, kecewa dan bahagia. Dilanjut dengan merangkai alur yang dikisahkan dari cerita kehidupan teman-teman semasa remaja. Buahnya saya merasakan menjadi seorang ibu sebelum waktunya. Ya, karena saya masih siswi SMU kala itu. Karya pertama yang berhasil dimuat di sebuah majalah remaja, mengandaikan saya melahirkan sesuatu yang merupakan bagian yang berasal dari tubuh dan pikiran saya. Dari kehidupan saya. Nafas saya. Walau hanya beberapa yang berhasil dimuat, saya cukup bahagia.
Tetapi, perjalanan takdir telah membuat saya memati-surikan semua kebahagiaan. Mimpi yang terenggut, perlakuan yang tidak adil membuat saya tak lagi mempunyai keberanian. Tidak hanya keberanian untuk bermimpi, tetapi juga keberanian untuk jujur pada diri sendiri. Bahkan hanya untuk menuangkan perasaan ke dalam diary, saya tak mampu. Detik itu saya merasa mati. Karena manusia yang tak mempunyai impian, adalah manusia yang sudah mati, begitu pelecut yang saya doktrinkan kepada diri sendiri untuk berjuang meraih mimpi. Saya berusaha bangkit dan berontak, tetapi sebuah kata MENJADI BEBAN HIDUP meluluh-lantakkan usaha saya.
Disaat saya merasakan hidup tanpa arah dan bimbingan, saya terhenyak untuk kedua kalinya. Kali ini lebih pedih. Hina dina, caci maki dan tudingan kali ini mengikatkan persahabatan dengan saya. Kehilangan materi bukanlah apa-apa dibandingkan sebuah pengkhianatan yang disodorkan. Perasaan sendiri ditengah keramaian, saya 'nikmati'. Perasaan berpisah dengan raga, terlintas sempat. Tapi Allah SWT menunjukkan kasih sayangnya. Saya disadarkan kalau saya masih bisa dan harus bangkit. Saya masih mempunyai bekal yang Ia hadiahkan dulu, untuk saya pergunakan sebagai pijakan saya berdiri. Menulis.
Maka, mulailah saya berteman dengan pena dan kertas. Tetapi saya merasa tulisan saya tidak tulus. Palsu. Karena saya menulis tanpa hati. Tanpa rasa. Karena masih ada ketakutan yang membatasi kebebasan hati dan pikiran saya berimajinasi. Lalu saya mengikuti pelatihan menulis dan menghadiri acara launching buku, saya berharap kebebasan mereka menuangkan segenap imajinasi tertular pada saya. Cara itu cukup berhasil, sedikit saya mulai mengenali hasil tulisan saya adalah saya. Tapi saya tetap masih belum mempunyai keberanian untuk merenda mimpi menjadi seorang penulis. Sampai saya membaca sebuah artikel tentang Komunitas Ibu - Ibu Doyan Nulis ( IIDN ) di sebuah majalah keluarga.
Di IIDN saya seperti menemukan rumah yang berisikan jiwa-jiwa yang bebas berekspresi dan berkarya dengan minat yang sama. Tanpa takut dicemooh, tanpa takut gagal. Dan semangat untuk bangkit dan mencoba lagi dari teman-teman di IIDN, menjadi pemantik dan pelecut bagi keberanian saya untuk bermimpi, untuk mulai menulis, berkarya dan merenda mimpi menjadi seorang penulis. Saya merasakan juga suatu bentuk kekeluargaan yang saling mengayomi, memperhatikan dan saling membimbing. Dan saya bangga bisa menjadi bagian dari keluarga itu.
Apalagi setelah membaca buku besutan Indiscript Creative, si Agensi Naskah-nya, berjudul Puzzle Mimpi, yang dirangkai dan dironce kalimatnya oleh Anna Farida berisi kisah nyata perjalanan hidup seorang Indari Mastuti. Saat membacanya, saya seperti memasukkan puzzle-puzzle kehidupan saya sendiri dalam sebuah bidang datar. Walau berbeda alur, tetapi ada satu dua masalah hidup yang serupa dalam kehidupan saya yang dialami pendiri IIDN itu. Saya seperti dilecut untuk kali kedua dengan kalimat dalam buku tersebut, "Segala luka tidak akan membuatku bernanah. Segala penghinaan tidak akan membuatku menyerah. Segala fitnah tidak akan membuatku marah. Masa depan ada di tanganku sendiri, bukan mereka yang membuatku terluka, yang menghina, pun yang memfitnah. Semakin banyak rintangan, semakin cemerlang masa depan."
Dan alhamdulillah, saya mulai menapaki jalan kepenulisan. Dimuatnya sebuah cerpen di majalah remaja baru-baru ini menjadi titik start saya. Memang baru sebuah, tapi saya yakin, jika saya ulet, pantang menyerah dan terus bersabar, saya bisa menjadi seperti teman-teman di IIDN yang begitu produktif menelurkan karya-karyanya yang spektakuler. Bukankah seribu itu berawal dari sebuah?
Saya juga memberanikan diri untuk menuangkan aspirasi dalam sebuah Blog. Masih sederhana dan belum sekeren teman-teman yang lain, karena saya kurang mahir juga dalam dunia maya. GAPTEK istilahnya. Tapi dengan belajar, saya yakin bisa.
Di hari jadi IIDN ini, saya menghaturkan beribu terima kasih kepada teman-teman di IIDN, terutama Mba Indari Mastuti dan Mba Lygia Pecanduhujan, sang Markom geulis. Terima kasih untuk kesediaannya menjadikan saya bagian dari komunitas ini, terima kasih untuk kesediaannya meluangkan waktu, mencurahkan perhatian dan berbagi ilmu serta pengalaman dalam dunia kepenulisan. Semoga IIDN everlasting dan para perempuan, khususnya kaum ibu, bisa terus berkarya dan mewujudkan semua mimpi yang telah dirajut, lewat sebuah TULISAN.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar