Cewek akan bingung menghadapi cowok yang sangat akrab dengan dia, tapi juga akrab sama yang lain. Begitulah cewek. Kalau betul seorang cowok mencintainya, cewek selalu menuntut perhatian yang lebih dari yang lain.
Kalau ingat kejadian di kantin 2 minggu yang lalu, Saras akan terus menyimpan amarah kepada dua orang sahabatnya, Ining dan Mamas. Kalau saja Ining ngga keceplosan ngomong, rahasia hatinya tidak akan diketahui orang lain. Kalau saja Mamas tidak menyebutkan namanya, tentu orang lain tidak akan tahu. Dan yang paling membuat Saras marah, pemilik nama yang ada dalam hatinya turut serta mendengarkannya. Sungguh Saras nggak akan pernah lupa peristiwa itu.
Jam Istirahat, Saras diajak Ining dan Mamas ke kantin. Saras sebetulnya ngga minat, tapi mereka terus memaksa. Daripada benjol, Saras akhirnya mengikuti juga langkah kaki Ining dan Mamas menuju kantin.
Sampai di kantin, Saras ikut-ikutan memesan juice melon, minuman favorit mereka bertiga. Ternyata ia merasa haus juga. Tegukan pertama mulus melewati kerongkongan Saras. Tapi, tegukan yang kedua tidaklah semulus yang pertama, karena ada suara yang tiba-tiba menghentikannya. Suara yang kerap membuat Saras merasa rindu. Suara Fatur. Si Mafia, begitu Saras menyebutnya.
"Bagi dong minumnya!" tegur suara itu.
Ining langsung menjawab. "Boleh-boleh aja. Tapi, minum kami sudah habis. Tinggal punya Saras tuh yang belum. Ras, Fatur minta minum kamu tuh!" kerling Ining menggoda.
Serba salah. Ngga dikasih, takut dibilang sombong. Dikasih, pasti dua bocah sableng itu akan terus menggoda.
"Hey, kok malah bengong! Tuh, Fatur nunggu!" Mamas gemes ngeliat Saras diam aja.
"Eh, iya. Boleh kok. Asal mau segelas berdua." jawab Saras cepat menutupi kegugupannya dengan menyodorkan gelas yang dipegangnya kepada Fatur. Dipandangnya Mamas dan Ining dengan kesal. Yang dipandang hanya tersenyum kuda.
"Makasih. Kamu baik banget. Tapi, nanti kamu ngga puas minumnya. Fatur mesan di dalam aja. Yuk!" Fatur menolak dengan halus sambil beranjak mengambil tempat di pojok kantin.
"Ras, loe kok, dingin gitu sih?" Mamas heran. "Rugi loh, kesempatan ngobrol disia-siain!"
"Tahu nih, Saras! Eh, dia makin manis aja, loh!" Ining ikut-ikutan.
Saras cuma bisa diam. Padahal dalam hatinya ia pengen banget bisa ngobrol lama dengan Fatur. Tapi, Saras malu.
"Hei, Saras? Ngelamun aja, lagi mikirin Andri ya?" tegur Andri mengagetkan Saras.
"Ah, kamu lagi! Kapan sih kamu mau berhenti mengganggu Saras?" ucap Saras kesal.
"Sampai kamu mau jadi pacar Andri. Suer deh, Andri nggak lagi ganggu. Tapi, kamu mau kan jadi cewek Andri?" tanya Andri cuek tanpa mempedulikan kekesalan hati Saras yang sudah mangkel bin gondok ngeliat kelakuannya.
"Hey, Andri. Denger, Saras udah bilang dari dulu kalo dia ngga suka kamu! Kenapa maksa sih? Lagian, dia udah suka dengan orang lain di sekolah ini!" Ining kesal melihat tingkah Andri yang suka memaksakan kehendak.
"Oh, ya?" taut Andri heran. Selama ini yang ia tahu Saras nggak pernah akrab dengan cowok. "Siapa?" lanjutnya.
"Fatur. Anak Fis-Lima!" ceplos Mamas.
Deg. Saras kaget. Mukanya memerah karena malu. Ia nggak menyangka mereka akan bicara seperti itu. Dipandangnya Ining dan Mamas penuh amarah.
"Ining! Mamas! Apa-apaan sih, kalian? Bikin malu!" geram Saras menahan tangis. Cepat ditinggalkannya mereka. Sekilas dilihatnya tatapan mata Fatur menghunjam ke arahnya. Saras nggak peduli seperti dia nggak mempedulikan panggilan Ining dan Mamas. Dalam hatinya Saras berjanji nggak mau lagi berbicara dengan ke-dua sahabatnya itu.
Sejak peristiwa itu, Saras terus menghindari pertemuan dengan Ining, Mamas, Andri, dan juga Fatur. Saras nggak lagi pulang bareng dengan Ining dan Mamas. Biasanya mereka selalu bersama-sama. Kali ini, Saras akan menunggu mereka pulang lebih dulu, baru ia pulang.
Baru saja langkah kaki Saras melewati gerbang sekolah, bahunya ditepuk oleh seseorang. Ditolehnya, ternyata Fatur. Saras kaget bin bingung. Justru sekarang ia sedang menghindar dari Fatur, tapi sekarang?
"Ras, kok baru pulang?" tanya Fatur. "Ining dan Mamas mana?" lanjutnya lagi karena melihat Saras sendirian.
"Mm, Saras ikut ulangan susulan, jadi baru pulang. Ining dan Mamas sudah duluan. Kamu sendiri kenapa baru pulang?" Saras bersyukur ia bisa dengan cepat menghilangkan rasa gugup tadi.
Fatur tersenyum manis. Aduh, mak, senyumnya ... nggak ku-ku ... at!
"Fatur ada urusan sama Bu Trisna. Biasa, karya tulis."
"Loh, memangnya belum selesai?"
"Belum. Saras, sudah?"
"Mmh," angguk Saras. "Baru dua hari yang lalu."
"Eh, Saras pulangnya lewat mana? Lewat Pilot? Bareng yuk, Fatur juga lewat situ." Ajakan Fatur bikin genderang di dada Saras semakin kencang berbunyi.
"Tumben, biasanya juga lewat Miya."
"Oh, jadi nggak mau bareng nih? Ya udah," Fatur menggerutu.
"Eh, bukannya gitu. Orang cuma ngomong apa adanya kok, jadi ceritanya tersinggung nih?" goda Saras.
"Lagian nanyanya kaya gitu. Emangnya Fatur nggak boleh lewat Pilot? Denger, suka-suka Fatur dong, mau pulang lewat jalan mana. Kaki kaki Fatur ini, bukan kaki kamu!" Fatur masih aja merengut.
"Idiih, kaya anak kecil aja ngerengut, jelek ah! Udah yuk, Tur, pulang. Saras cape nih!" Ditinggalkannya Fatur yang masih merengut kaya marmut. Saras nggak kuat melihat rengutannya Fatur.
"Ras, tunggu! Cepet-cepet banget!" Fatur menyejajari langkah Saras. "Ras, Fatur boleh nanya nggak?"
"Tanya aja."
"Selain Ining dan Mamas, teman dekat kamu siapa lagi? Apa Andri termasuk teman dekat kamu juga?"
"Andri? Dia bukan teman dekat Saras. Dianya aja yang konyol, suka dekat-dekat Saras. Emangnya kenapa, sih? Aneh deh, pertanyaan kamu," taut Saras heran. Ada apa sih, kok Fatur bisa nanya seperti itu.
"Kalau Fatur, teman dekat kamu bukan?"
"Ih, Fatur! Aneh-aneh aja deh. Kamu ngerasanya gimana?" Saras balik nanya.
"Ye, ditanya malah nanya, gimana sih?" Fatur kesal. Orang nanya serius, dijawabnya main-main.
"Kok jadi marah? Jawab dulu pertanyaan Saras. Dari tadi kamu terus yang nanya."
"Iya deh. Denger ya, Fatur tu nggak tahu kenapa ngerasa dekat sama kamu. Habis, kamu anaknya enak di ajak ngomong. Ngebicarain apa aja nyambung. Udah gitu, kamu kesukaannya kaya Fatur. Suka ngocol, konyol, santai dan lagi kita sama-sama suka penyanyi macamnya Roxette, Andi Liany sampai Iwan Fals," jelas Fatur panjang lebar yang bikin hati Saras sedikit berkembang.
"Masa sih, kamu nganggap Saras dekat dengan kamu. Saras jadi heran. Kalau dekat, kenapa di sekolah kamu selalu cuek kalo ketemu Saras?" Saras masih nggak percaya dengan apa yang Fatur katakan.
"Loh, bukannya kamu yang cuek kalo ketemu Fatur?"
"Siapa yang cuek."
"Udah, deh, sekarang balik ke pertanyaan, kamu merasa dekat nggak sama Fatur?"
"Gimana ya, kalo kamu aja merasa dekat kenapa Saras nggak? Iya deh, Saras merasa."
"Kesannya dipaksain!"
"Nggak! Suer?"
"Kalo gitu, cerita kenapa kamu marah dan terus menghindari Ining dan Mamas!"
Kata-kata Fatur bikin Saras kaget. Kalo cuma mau nanya itu kenapa pake berbelit-belit sih, nanya teman dekat segala. Dasar Mafia! Satu hal dari Fatur yang bikin Saras kesal, suka berbelit-belit!
"Fatur, kata siapa Saras marah dengan Ining dan Mamas, pake acara menghindar segala. Siapa?" tanya Saras ketus.
Fatur jadi nggak enak hati mendengarnya. Sebetulnya dia paling nggak suka menyampuri urusan orang lain. Tapi Ining dan Mamas meminta ia untuk menyelesaikan masalah ini, yang katanya ada hubungannya sama dia. Sebetulnya juga sih, Fatur mau sekalian menyelesaikan masalahnya sendiri yang tentu berhubungan dengan Saras. Sudah lama ia suka dengan Saras. Untuk mengutarakannya, Fatur ragu. Takut bertepuk sebelah tangan, karena melihat sikap Saras yang dingin dan biasa-biasa saja. Tapi setelah peristiwa di kantin tempo hari, ia jadi mengurungkan niatnya untuk memendam bias cinta yang hadir dalam hatinya. Apalagi Ining dan Mamas bilang kalau Saras sebetulnya ada feeling terhadapnya. Kalau ternyata benar, wow ...
"Maaf Ras, bukan maksud Fatur bikin kamu tersinggung. Jangan salahin Ining dan Mamas, kalo mereka bicara hal ini sama Fatur, yang termasuk dekat sama kamu. Ras, mereka cuma ingin meminta maaf, tapi katanya kamu nggak pernah memberi kesempatan. Seberapa besar sih, kesalahan mereka yang buat kamu sulit untuk memaafkannya?" ujar Fatur hati-hati.
"Hh ...," Saras menghela nafas. "Seberapa besar?" tanyanya pada diri sendiri. "Nggak tahu, Saras nggak tahu. Mereka udah merusak kepercayaan yang Saras berikan dan itu nggak bisa Saras terima." gumam Saras. Pandangannya nanar jauh ke depan.
"Kepercayaan, kepercayaan bagaimana?" tanya Fatur nggak mengerti.
"Saras udah memberikan kepercayaan untuk merahasiakan isi hati Saras. Dan mereka dengan mudah membukanya." tutur Saras tak sadar, apa yang diucapkannya merupakan jawaban yang sedang dicari Fatur.
Kalau begitu, benar apa yang dikatakan Ining dan Mamas! pikir Fatur.
"Ras, kamu marah dengan mereka karena mereka bilang kalo kamu suka Fatur, iya?" tebak Fatur telak.
"Siapa bilang? Becanda kamu! Kalo Saras nggak suka kenapa dijadiin teman?" ujar Saras riang menutupi rasa terkejutnya.
"Teman. Kamu suka Fatur cuma sebagai teman? Masa iya, sih?" goda Fatur senang ngeliat paras wajah Saras yang tiba-tiba memerah. Hatinya yakin kini, kalau ia tak bertepuk sebelah tangan.
"Saras yang manis, Fatur suka kamu. Sayang kamu. Sejak dulu, dari kelas satu. Masa sih, kamu nggak ngeliat dari sikap dan perhatian Fatur selama ini? Kamu nggak ngerasain?" bisiknya lembut.
"Kamu ...," Saras nggak percaya dengan apa yang didengarnya. "Maaf Tur, Saras nggak melihatnya. Saras takut untuk mengartikan perhatian kamu yang manis selama ini, sebagai ungkapan rasa suka dan sayang kamu sama Saras. Habis, kamu bersikap seperti itu nggak cuma terhadap Saras, tapi sama semua teman cewek kamu!" rajuk Saras kesal tapi senang karena ia udah menunggu lama untuk ini.
Fatur tertawa senang. Jadi Saras cemburu! Ternyata usahanya untuk membuat Saras cemburu selama ini berhasil! Diraihnya dan digenggamnya punggung tangan Saras. Wow ... Saras nggak nolak!
"Gimana, Ras? Kamu mau kan kalau kita ...,"
"Mmh," angguk Saras malu-malu.
"Tapi kamu harus maafin dan minta maaf sekaligus berterima kasih sama Ining dan Mamas. Karena kalo nggak ada mereka, kita nggak bisa kaya gini sekarang ini, ya?" kata Fatur sok tua.
Iya deh, Tur, apa kata kamu aja. Yang penting sekarang Saras nggak lagi kudu nahan diri tuk nggak ngejewer kamu kalo jalan sama cewek lain. Kata Saras dalam hati. Kalo bilang, wah bisa-bisa kegeeran lagi! Saras cuma tersenyum aja menanggapi ucapan Fatur tadi.
Ining! Mamas! Maafin Saras, yah! And thank's! jerit Saras dalam hati.
@1996, Anita Cemerlang.